Selasa, 13 Januari 2015

robotikauns.net | Metal-oxide semiconductor FET (disingkat MOSFET) adalah peranti semikonduktor yang dapat dioperasikan dalam mode peningkatan (enhancement) lebar kanal. Artinya MOSFET tidak dibatasi untuk bekerja dengan gate berbias balik (Thomas, 2002: 81), namun MOSFET juga dapat bekerja dengan gate berbias maju. Karakter tersebut di atas adalah yang menjadikan MOSFET berbeda dengan JFET. Dimana supaya dapat bekerja dengan baik, maka kaki terminal gate (G) JFET harus berbias balik

Kemudian secara struktur, MOSFET dan JFET berbeda. Pada MOSFET, bagian gate diisolasi dari saluran (kanal), sehingga MOSFET juga terkadang disebut dengan IGFET kepanjangan dari insulated-gate FET. Bahan yang digunakan untuk mengisolasi terminal gate dengan bagian kanal MOSFET adalah silikon dioksida (SiO2).

Seperti halnya JFET, MOSFET juga memiliki dua jenis yaitu MOSFET Depletion-Mode (D-MOSFET) dan MOSFET Enhancement-Mode (E-MOSFET) yang masing-masing juga memiliki tipe kanal-n dan tipe kanal-p.

D-MOSFET pada kondisi normal adalah dalam kondisi ‘ON’ dan beroperasi seperti suatu JFET, sedang E-MOSFET pada kondisi normal adalah dalam kondisi ‘OFF’ artinya arus drain-source (IDS) seperti penaikan tegangan pada terminal gate. Tidak ada aliran arus ketika terminal gate mendapat tegangan.


Gambar 1. Bentuk fisik MOSFET IRF530

Konstruksi dan Simbol MOSFET



Gambar 2. Konstruksi MOSFET

Pada gambar 2 di atas, tampak bahwa lapisan isolasi antara gate dengan bagian lain dari komponen terbuat dari bahan silicon dioxide (SiO2). Sedangkan terminal gate terbuat dari bahan konduktor logam (metal). Selain itu, tampak juga bahwa konstruksi D-MOSFET memiliki kanal secara fisik antara terminal drain dan source. Namun pada konstruksi E-MOSFET tidak terdapat kanal secara fisik, karena kanal pada E-MOSFET terbentuk bergantung pada tegangan gate. Pada gambar 2 di atas, juga terlihat terdapat terminal substrat. Substrat merupakan pondasi dari konstruksi bangunan MOSFET.


Gambar 3. Simbol MOSFET

Gambar 3 di atas merupakan gambar simbol MOSFET jenis D-MOSFET (kanal N dan kanal P) dan E-MOSFET (kanal N dan kanal P).




_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Metal-Oxide Semiconductor FET (MOSFET)”, Robotics University
Thomas Sri widodo, 2002, “Elektronika Dasar”, Salemba Teknika, Jakarta


Metal-Oxide Semiconductor FET (MOSFET)

robotikauns.net | Metal-oxide semiconductor FET (disingkat MOSFET) adalah peranti semikonduktor yang dapat dioperasikan dalam mode peni...

Senin, 12 Januari 2015

robotikauns.net | Phototransistor adalah sebuah transistor yang kaki basisnya (B) terbuka dan terbuat dari komponen photoconductive sehingga fungsi kaki basis dapat diatur berdasarkan besarnya intensitas cahaya yang diterima pada bagian photoconductive tersebut.


Gambar 1. Phototransistor


Gambar 2. Perbandingan simbol transistor & phototransistor

Apabila gambar simbol transistor dan phototransistor dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa perbedaannya adalah terletak pada kaki basis (B). Kaki basis pada phototransistor tidak ditampilkan, karena seperti telah penulis sampaikan di atas bahwa fungsi kaki basis pada komponen phototransistor dikendalikan berdasarkan ada atau tidaknya berkas cahaya yang mengenai permukaan berbahan photoconductive, yang berada pada kaki basisnya.

Cara Kerja Phototransistor
Dengan memperhatikan gambar3 dibawah, cara kerja phototransistor dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pada saat photo transistor tidak menerima cahaya, maka phototransistor tidak aktif, sehingga aliran arus listrik (I) tidak mengalir dari kaki collector (C) menuju kaki emitter (E) atau VCE = 0 volt.

2. Pada saat photo transistor menerima cahaya, maka phototransistor aktif, sehingga aliran arus listrik (I) mengalir dari kaki collector (C) menuju kaki emitter (E) atau VCE > 0 volt.


Gambar 3. Untai aplikasi phototransistor

Phototransistor Pada Untai Pembagi Tegangan
Penggunaan komponen phototransistor pada umumnya adalah sebagai salah satu komponen dalam membangun suatu rangkaian sensor pendeteksi cahaya (sensor optik). Dalam untai sebuah sensor cahaya (yang menggunakan phototransistor), biasanya phototransistor dirangkai dengan resistor (resistor tetap) untuk membuat untai pembagi tegangan yang tampak seperti pada gambar 4 dan gambar 5 berikut:


Gambar 4. Phototransistor pada untai pembagi tegangan (A)


Gambar 5. Phototransistor pada untai pembagi tegangan (B)

Gambar 4 dan gambar 5 di atas, keduanya merupakan untai pembagi tegangan, dimana kedua untai tersebut menggunakan komponen phototransistor sebagai pengatur nilai tegangan keluaran (Vout) masing-masing untai, yaitu sebagai pendeteksi cahaya. Kemudian apabila kita cermati, perbedaan kedua untai pembagi tegangan di atas terletak pada penempatan komponen phototransistor yang digunakan. Pada gambar 4, phototransistor dipasang mendekati tegangan input +5 volt. Sedangkan pada gambar 5, phototransistor dipasang mendekati tegangan ground (GND). Perbedaan peletakan komponen phototransistor ini akan menghasilkan kondisi tegangan keluatan (Vout) yang berbeda untuk masing-masing untai pembagi tegangan. Untuk lebih jelasnya, silakan menyermati keterangan yang ada di samping masing-masing gambar untai di atas!

Kondisi tegangan output untai pembagi tegangan adalah yang dideteksi oleh komponen pemroses (IC logic atau mikrokontroler) apabila untai tersebut difungskan sebagai sensor pendeteksi cahaya sebuah sistem otomatis.



Sumber Pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, "Phototransistor", Robotics University



Phototransistor

robotikauns.net | Phototransistor adalah sebuah transistor yang kaki basisnya (B) terbuka dan terbuat dari komponen photoconductive sehi...
robotikauns.net | Berikut ini adalah gambar kurva karakteristik drain JFET. Kurva ini menggambarkan hubungan antara arus drain (IDS) dengan tegangan drain-source (VDS). Dalam eksperimen dengan menggunakan beberapa variasi nilai tegangan gate-source (VGS) dan tegangan drain-source (VDS), dalam kurva tersebut terlihat ada beberapa daerah kerja dari JFET, yaitu daerah ohmic, daerah saturasi, daerah breakdown (dadal), daerah aktif, dan daerah cut-off.


Gambar 1. Kurva karakteristik drain (IDS terhadap VDS)
(Sumber: http://www.electronics-tutorials.ws/)

1. Daerah Ohmic
Daerah antara 0 volt sampai tegangan VP

2. Daerah Saturation (daerah arus konstan)
Daerah operasi antara tegangan jepit/pinch-off voltage (VP) dan tegangan breakdown (VBR) yang berada diatas garis ID yang mendekati konstan (pada VGS ≥ 0).

3. Daerah Breakdown (dadal)
Daerah yang berada setelah tegangan drain-source maximal, VDS(max).
Catatan: VDS(max) = VBR

4. Daerah aktif
Daerah antara VP dan VDS(max)

5. Daerah cut-off (putus)
Daerah yang berada dibawah tegangan cut-off gate-source, VGS(off). Nilai VGS(off) dan VP selalu sama namun berlawanan. Misal VP = 4 volt, maka VGS(off) = - 4 volt.

Secara eksperimental, karakteristik arus-tegangan di daerah saturasi (jenuh) dapat didekati dengan hukum kuadrat (square law), sebagai berikut:

......................................................................(1)

Untuk VGS < VGS(off)


Keterangan:
VGS = tegangan gate-source
VDS = tegangan drain-source
VBR = tegangan breakdown (dadal)
ID = arus drain
IDSS = arus drain dengan gate terhubung singkat
VGS(off) = tegangan cut-off gate-source
              (Nilai VGS yang menyebabkan ID mendekati nol)
VP = tegangan pinch-off (tegangan jepit)
        (Nilai VDS yang menyebabkan ID menjadi maksimal pada saat nilai VGS sama dengan nol)






_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Karakteristik Drain JFET”, Robotics University
http://www.electronics-tutorials.ws/

Karakteristik Drain JFET

robotikauns.net | Berikut ini adalah gambar kurva karakteristik drain JFET. Kurva ini menggambarkan hubungan antara arus drain (IDS) deng...
robotikauns.net | Operasi JFET berdasarkan pada pengubahan lebar kanal untuk mengendalikan arus drain (ID) pada saat tegangan VDS diberikan kepada kutub drain (D) dan source (S).

1. Cara Mengendalikan Lebar Kanal JFET
Ada dua cara mengendalikan lebar kanal JFET:

Cara pertama:
Mengubah nilai tegangan gate-source (VGS) pada nilai tegangan drain-source (VDS) yang konstan.

Pengaruh VGS terhadap ID pada VDS konstan adalah jika VGS bertambah negatif, maka daerah deplesi (warna abu-abu) bertambah dan lebar kanal berkurang. Dengan demikian arus drain (ID) berkurang. Lihat gambar 1 berikut ini!


Gambar 1. Pengaruh VGS terhadap lebar kanal pada saat VDS konstan

Cara kedua:
Mengubah nilai tegangan drain-source (VDS) pada nilai tegangan gate-source (VGS) yang konstan.

Pengaruh VDS terhadap ID pada VGS konstan adalah jika VDS bertambah, maka akan mengakibatkan ID juga bertambah. Hal ini mengakibatkan daerah deplesi (warna abu-abu) bertambah dank anal menjadi sempit. Karena itu sampai pada nilai VDS tertentu, pertambahan VDS tidak menambah nilai ID. Lihat gambar 2 berikut ini! 


Gambar 2. Pengaruh VDS terhadap lebar kanal pada saat VGS konstan

(2). Cara Memaksimalkan Arus Drain (ID)
Cara memaksimalkan besarnya nilai arus drain (ID) adalah dengan menghubung-singkat kaki gate dan source. Lihat gambar 3(b). Dengan kondisi demikian, maka nilai arus drain (ID) akan menjadi maksimal karena nilai tegangan gate-source sama dengan nol (VGS = 0 volt). Lihat gambar kurva drain pada tulisan penulis tentang “Karakteristik Drain JFET”, klik di sini!

Gambar 3. Pembiasan untuk memaksimalkan arus drain (ID)

Cara dalam contoh ini adalah menggunakan JFET kanal-N. Untuk JFET kanal-P konfigurasi rangkaiannya adalah sama, namun polaritas sumber tegangannya yang dibalik (diubah).





_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Operasi Penggunaan JFET”, Robotics University

Operasi Penggunaan JFET

robotikauns.net | Operasi JFET berdasarkan pada pengubahan lebar kanal untuk mengendalikan arus drain (I D ) pada saat tegangan V DS dibe...

Sabtu, 10 Januari 2015

robotikauns.net | Cara pemberian tegangan bias pada komponen JFET, baik JFET kanal-N maupun JFET kanal-P adalah seperti tampak pada gambar 1 dibawah ini.


Gambar 1. Cara pembiasan komponen JFET

Dalam pembiasan JFET, baik kanal-N maupun kanal-P dilakukan dengan pembiasan balik pada kaki gate (G) dan kaki drain (D), sehingga dengan kondisi seperti ini perlawanan masukan JFET adalah sangat besar.



_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Pembiasan Pada JFET”, Robotics University

Pembiasan Pada JFET

robotikauns.net | Cara pemberian tegangan bias pada komponen JFET, baik JFET kanal-N maupun JFET kanal-P adalah seperti tampak pada gamb...
robotikauns.net | Field effect transistor (FET) adalah peranti terkendali tegangan, yang berarti karakteristik keluaran dikendalikan oleh tegangan masukan. Adapun transistor bipolar adalah peranti terkendali arus (Thomas Sri Widodo, 2002: 72). Kaki-kaki pada FET diberi nama Gate (G), Drain (D) dan Source (S). Beberapa Kelebihan FET dibandingkan dengan transistor biasa ialah antara lain penguatannya yang besar, serta desah (noise) yang dihasilkan rendah. Jenis FET ada dua yaitu, pertama junction FET (disingkat JFET) dan kedua metal-oxide semiconductor FET (disingkat MOSFET).

Konstruksi JFET terdiri atas bahan semikonduktor bertipe-N dan tipe-P. Untuk JFET kanal N, kaki Gate (G) dibuat dari bahan semikonduktor tipe-P, sedangkan untuk kaki Drain (D) dan Source (S)-nya dibuat dari bahan semikonduktor tipe-N. Sebaliknya, untuk JFET kanal P, kaki Gate (G) dibuat dari bahan semikonduktor tipe-N, sedangkan untuk kaki Drain (D) dan Source (S)-nya dibuat dari bahan semikonduktor tipe-P. Gambar 1 di bawah ini mengambarkan tentang konstruksi kedua jenis JFET tersebut di atas.

Gambar 1. Konstruksi komponen JFET

Gambar 2. Simbol komponen JFET

Gambar 2 adalah simbol JFET kanal P dan kanal N. Apabila diamati, gambar simbol JFET kanal P dan JFET kanal N adalah sama, yang membedakan hanya pada arah anak panah pada kaki Gate (G) JFET. Pada JFET kanal N, arah anak panahnya ke dalam. Sedangkan pada JFET kanal P, arah anak panahnya ke luar.




_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Junction FET (JFET)”, Robotics University

Junction FET (JFET)

robotikauns.net | Field effect transistor (FET) adalah peranti terkendali tegangan, yang berarti karakteristik keluaran dikendalikan ole...
robotikauns.net | Dalam aplikasinya, ada tiga cara untuk merangkai komponen transistor, yaitu: dengan konfigurasi common collector (CC), common base (CB), dan common emitter (CE). Dari ketiga konfigurasi tersebut, konfigurasi common emitter adalah yang paling sering digunakan. Berikut ini sedikit penjelasan mengenai ketiga konfigurasi rangkaian transistor tersebut.

1. Konfigurasi Common-Collector (CC)
Pada rangkaian ini, sinyal yang masuk diberikan antara basis dan kolektor, sedangkan keluarannya adalah antara emiter dan kolektor. Lihat gambar 1.

Gambar 1. Konfigurasi common collector (CC)

Pada konfigurasi transistor jenis ini tegangan keluaran atau tegangan emitor (VE) tergantung/mengikuti tegangan masukan atau tegangan basis (VB). Karena karakter tersebut, konfigurasi ini dinamakan juga dengan konfigurasi transistor pengikut emitor.

Konfigurasi common collector dapat juga digunakan sebagai rangkaian penguat. Apabila konfigurasi CC ini digunakan sebagai penguat, maka konfigurasi CC akan memiliki resistansi masukan (input) yang tinggi, namun resistansi keluarannya (output) hanya kecil. Sehingga konfigurasi ini sering digunakan untuk penyesuai impedans (impedance matching) dari penguat berimpedans keluaran yang tinggi ke beban berimpedans rendah. Gambar 2 adalah contoh rangkaian penguat yang menggunakan konfigurasi common collector.


Gambar 2. Konfigurasi transistor penguat CC

2. Konfigurasi Common-Emitter (CE)
Konfigurasi ini dinamakan common emitter karena kaki emitor transistor menjadi bagian bersama bagi rangkaian masukan dan keluaran. Pada rangkaian ini, sinyal yang masuk diberikan antara basis dan emiter, sedangkan keluarannya adalah antara kolektor dan emitter. Perhatikan gambar 3.

Gambar 3. Konfigurasi common emitter (CE)

Konfigurasi common emitter merupakan rangkaian yang sangat banyak digunakan karena sangat fleksibel dan memberikan penguatan yang tinggi. Lihat gambar 4.


Gambar 4. Konfigurasi transistor penguat CE

3. Konfigurasi Common-Base (CB)

Pada rangkaian ini, sinyal yang masuk diberikan antara emiter dan basis, sedangkan keluarannya adalah antara kolektor dan basis.


Gambar 5. Konfigurasi common base (CB)

Karakter dari konfigurasi transistor common base apabila digunakan sebagai penguat adalah konfigurasi transistor common base memiliki resistansi masukan yang sangat rendah dan tegangan output­-nya bernilai tinggi. Ini seperti konfigurasi transistor common emitter (CE). Lihat gambar 6.


Gambar 6. Konfigurasi transistor penguat CB

Keterangan:
VC = tegangan kolektor
VB = tegangan base
VE = tegangan emiter.
VCE = tegangan jepit kolektor
VBE = tegangan jepit base
VCB = tegangan jepit kolektor
VS = tegangan sumber
RS = hambatan sumber
RE = hambatan emitor
RC = hambatan kolektor
RB = hambatan basis
RL = hambatan beban (load)



_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Konfigurasi Rangkaian Transistor BJT”, Robotics University

Konfigurasi Rangkaian Transistor BJT

robotikauns.net | Dalam aplikasinya, ada tiga cara untuk merangkai komponen transistor, yaitu: dengan konfigurasi common collector (CC),...

Jumat, 09 Januari 2015

robotikauns.net | Untuk keperluan mempelajari mengenai karakteristik transistor, di sini akan disajikan kurva karakteristik yang menggambarkan kerja suatu transistor.

1. Kurva Kolektor
Karakteristik kolektor yang terlihat dari pengamatan kurva kolektor dibawah ini merelasikan antara IC , VBE, dan IB sebagai sumber parameter. Dari kurva kolektor tersebut, tampak disana ada 4 daerah yaitu daerah aktif, daerah saturation (jenuh), daerah cuf-off (putus), dan daerah breakdown (dadal).


Gambar 1. Kurva kolektor

Daerah aktif
Daerah antara tegangan lutut (knee), VK dan tegangan dadal (breakdown), VBR serta diatas IB = ICO. Daerah aktif terjadi bila sambungan emitor diberi bias maju dan sambungan kolektor diberi bias balik. Pada daerah aktif arus kolektor sebanding dengan arus basis ( IC = IB).

Tabel 1.


Daerah saturation (jenuh)
Daerah dengan VCE lebih kecil dari tegangan lutut (VK). Daerah saturasi terjadi bila sambungan emitor dan basis sama-sama diberi bias maju. Pada daerah saturasi, arus kolektor (IC) tidak tergantung pada arus basis (IB).

  • Nilai VCE (sat) transistor silikon = 0,2 volt
  • Nilai VCE (sat) transistor germanium = 0,1 volt

Tabel 2. 


Daerah cut-off (putus)
Daerah yang terletak di bawah IB = ICO. Daerah cut-off terjadi bila sambungan kolektor dan emitor sama-sama diberi bias balik. Pada daerah cut-off, IE = 0 ; IC =ICO = IB.

Tabel 3. 


Daerah breakdown (dadal)
Daerah yang terletak di atas batas tegangan maksimum kolektor-emitor (VCE) suatu transistor. VCE maksimum pada beberapa jeni transistor adalah berbeda-beda. Pada kurva kolektor diatas terlihat, daerah breakdown terjadi setelah VCE transistor mencapai diatas ± 10 volt. Transistor tidak boleh bekerja pada daerah ini, karena transistor dapat menjadi rusak.

Keterangan:
VK = tegangan lutut (knee)
IB = Arus basis
ICO = Arus cut-off
VCE = Tegangan kolektor-emitor
VCE(sat) = Tegangan kolektor-emitor pada daerah saturasi

2. Kurva Basis
Kurva karakteristik basis merelasikan antara arus basis (IB) dan tegangan basis-emitor (VBE) dengan tegangan kolektor-emitor (VCE) sebagai parameternya.


Gambar 2. Kurva karakteristik basis

Kurva basis diatas dapat terlihat pada alat ukur yang bernama osiloskop dengan cara menghubung singkatkan kolektor-emitor (VCE = 0) dan emitor diberi bias maju.
Catatan:
Karakter basis adalah seperti karakter komponen diode.
Dengan bertambahnya VCE pada VBE yang konstan (tetap), maka lebar daerah deplesi di sambungan kolektor bertambah dan mengakibatkan lebar basis efektif berkurang. Dengan berkurangnya lebar basis, maka arus basis (IB) rekombinasi juga berkurang.
Perlu diingat!
  • VK (tegangan lutut) atau tegangan ambang/threshold.
    Untuk transistor silikon = 0.5 sampai 0,6 volt
    Untuk transistor germanium = 0,1 sampai 0,2 volt
  • VBE (tegangan basis-emitor) di daerah aktif.
    Untuk transistor silikon = 0.7 volt
    Untuk transistor germanium = 0,2 volt
  • VBE transistor ideal.
    VBE = 0 volt
3. Kurva Beta
Kurva beta menunjukkan bahwa nilai β akan berubah dengan dipengaruhi oleh suhu (T) dan arus kolektor (IC). Berikut karakteristiknya:
  • Nilai β bertambah jika suhu (T) naik.
  • Nilai β bertambah jika arus kolektor (IC) naik.
  • Nilai β turun jika arus kolektor (IC) naik di luar nilai tertentu.

 
Gambar 2.25 Kurva beta (β)





_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Karakter Transistor BJT”, Robotics University

Karakter Transistor BJT

robotikauns.net | Untuk keperluan mempelajari mengenai karakteristik transistor, di sini akan disajikan kurva karakteristik yang menggam...
robotikauns.net | Hal penting lain yang perlu diketahui oleh seorang engineer dalam membangun sistem elektronika menggunakan transistor BJT adalah mengetahui bagaimana cara memberikan pembiasan tegangan pada komponen transistor tersebut.

1. Pembiasan Transistor NPN
Gambar 1 menunjukkan transistor NPN dihubungkan dengan dua sumber tegangan, yaitu VBE dan VCE. Untuk membuat transistor menghantarkan arus dari kolektor ke emitor, nilai VBE harus diatas nilai minimum transistor tersebut. Nilai minimum VBE pada daerah aktif adalah 0.7 volt (untuk transistor silikon) dan 0,2 volt (untuk transistor germanium).

Gambar 1. Bias maju pada transistor BJT NPN

Tegangan VBE yang digunakan untuk membuat sambungan p-n antara kaki basis dan emitor dapat mengalirkan aliran listrik konvensional dari basis ke emitor dan memungkinkan aliran elektron dari emitor ke basis.

Pada mode aktif, medan listrik yang terdapat diantara basis dan kolektor (disebabkan oleh VCE) akan menyebabkan mayoritas elektron untuk melintasi sambungan p-n antara kaki kolektor dan basis menuju ke kolektor untuk membentuk arus kolektor IC. Elektron yang tertinggal bergabung kembali dengan lubang yang merupakan pembawa mayoritas pada basis sehingga menimbulkan arus melalui sambungan basis untuk membentuk arus basis, IB. Dengan begitu, kemudian akan terbentuk arus emitor IE. Dalam kondisi ini berlakulah hukum Kirchoff/persamaan IE = IB + IC.

2. Pembiasan Transistor PNP
Pada pembiasan transistor PNP, secara umum cara kerjanya adalah sama dengan pembiasan pada transistor NPN. Hanya saja untuk pembiasan transistor PNP polaritas tegangan pembias yang dibalik. Struktur transistor PNP ditunjukkan pada gambar 2. Transistor tersebut dihubungkan dengan dua sumber tegangan, yaitu VBE dan VCE.

Untuk membuat transistor menghantarkan arus dari emitor ke kolektor, nilai VBE harus di atas nilai minimum transistor tersebut. Nilai minimum VBE pada daerah aktif adalah 0.7 volt (untuk transistor silikon) dan 0,2 volt (untuk transistor germanium).


Gambar 2. Bias maju pada transistor PNP

Tegangan VBE yang digunakan untuk membuat sambungan p-n antara kaki basis dan kolektor dapat mengalirkan aliran listrik konvensional dari basis ke kolektor dan memungkinkan aliran elektron dari kolektor ke basis.

Pada mode aktif, medan listrik yang terdapat diantara basis dan emitor (disebabkan oleh VBE dan VCE) akan menyebabkan mayoritas elektron untuk melintasi sambungan p-n antara kaki emitor dan basis menuju ke emitor untuk membentuk arus emitor IE. Elektron yang tertinggal bergabung kembali dengan lubang yang merupakan pembawa mayoritas pada basis sehingga menimbulkan arus melalui sambungan basis untuk membentuk arus basis, IB. Dengan begitu, kemudian akan terbentuk arus kolektor IC. Dalam kondisi ini berlakulah hukum Kirchoff/persamaan IC = IB + IE.

Keterangan:
Tanda panah (==>) = arah arus konvensional, aliran elektron mengalir berlawanan dengan tanda panah.
VBE = Tegangan basis-emitor
VCE = Tegangan kolektor-emitor
IC = Arus kolektor
IB = Arus basis
IE = Arus emitor
E = Tanda kaki emitor transistor
B = Tanda kaki basis transistor
C = Tanda kaki kolektor transistor




_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Pembiasan Maju Transistor BJT”, Robotics University

Pembiasan Maju Transistor BJT

robotikauns.net | Hal penting lain yang perlu diketahui oleh seorang engineer dalam membangun sistem elektronika menggunakan transistor ...
robotikauns.net | Pada sebuah transistor BJT, emitor adalah sumber elektron maka emitor memiliki arus yang terbesar. Karena sebagian besar elektron emitor mengalir ke kolektor, arus kolektor hampir sebesar arus emitor. Arus basis sangat kecil sebagai perbandingan, seringkali kurang dari 1 persen dari arus kolektor. Berikut ini adalah perbandingan arus-arus pada transistor BJT.

IC ≈ IE
IB << IC

Hukum Arus Kirchoff
Hukum arus Kirchoff, hukum ini mengatakan bahwa “jumlah arus yang masuk ke satu titik atau sambungan, sama dengan jumlah semua arus yang keluar dari titik atau sambungan itu”.

1. Arus Basis, Kolektor, dan Emitor
Dengan berdasar pada hokum tersebut, maka pada transistor akan menghasilkan:

IE = IB + IC.……………..………………………………………………(1)

Artinya, besar arus emitor adalah sama dengan jumlah antara besar arus basis dengan besar arus kolektor.
 

Gambar 1. Tiga arus transistor Ib, Ic, dan Ie

2. Alpha dc (∝dc)

Alpha dc sebuah transistor didefinisikan sebagai arus kolektor DC dibagi arus emitor DC.

.……………..…………………………………………………(2)



Karena arus kolektor hampir sama dengan arus emitor, alpha dc sedikit lebih kecil dari 1.

3. Beta dc ()
Beta dc sebuah transistor didefinisikan sebagai rasio arus kolektor DC dengan arus basis DC. Beta dc juga dikenal sebagai gain arus (penguatan arus) karena arus basis yang kecil dapat menghasilkan arus kolektor yang jauh lebih besar.


.……………..…………………………………………………(3)


…………………………………………………………(4)

.……………..…………..……………………………………(5)


Pada sistem analisis lain yang disebut parameter h (hybrid), hFE lebih digunakan daripada βdc. Seperti βdc, hFE juga didefinisikan sebagai penguatan arus sehingga kedua parameter tersebut adalah sama dengan:

βdc = hFE ...................................................................................................................(6)
Catatan:
a. βdc atau hFE adalah sebutan untuk penguatan arus DC
b. hfe adalah sebutan untuk penguatan arus AC



_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Arus-Arus Pada Transistor BJT”, Robotics University

Arus-Arus Pada Transistor BJT

robotikauns.net | Pada sebuah transistor BJT, emitor adalah sumber elektron maka emitor memiliki arus yang terbesar. Karena sebagian bes...

Kamis, 08 Januari 2015

robotikauns.net | Transistor adalah komponen aktif dengan arus, tegangan, atau daya keluarannya dikendalikan oleh arus masukan. Di dalam sistem komunikasi, transistor digunakan sebagai penguat untuk memperkuat sinyal. Di dalam untai elektronis komputer, transistor digunakan untuk saklar elektronis laju tinggi. (Thomas Sri Widodo, 2002: 46) Ada dua jenis transistor, yaitu transistor sambungan bipolar (bipolar junction transistor, BJT) dan transistor efek medan (field effect transistor, FET) yang karakteristik kerja dan konstruksinya berbeda.


Gambar 1. Contoh beberapa bentuk fisik transistor BJT

Transistor Bipolar PNP dan NPN (bipolar junction transistor, BJT)
Transistor merupakan komponen tiga terminal. Ketiga terminal tersebut disebut Basis (B), Kolektor (C), dan Emiter (E). Ada dua jenis transistor BJT, yaitu transistor PNP dan transistor NPN. Berikut ini adalah gambar simbol transistor BJT jenis NPN dan PNP.


Gambar 2. Transistor BJT (NPN dan PNP)

Prinsip kerja transistor adalah arus bias base-emiter (IBE) yang kecil mengatur besar arus kolektor-emitor (ICE). Bagian penting berikutnya adalah bagaimana caranya memberi arus bias yang tepat sehingga transistor dapat bekerja optimal. Silakan menyimak tulisan penulis selanjutnya, klik di sini!



_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Transistor BJT”, Robotics University

Transistor BJT

robotikauns.net | Transistor adalah komponen aktif dengan arus, tegangan, atau daya keluarannya dikendalikan oleh arus masukan. Di dalam ...
robotikauns.net | Satu lagi jenis dioda fungsi khusus, yaitu photo-diode. Photo-diode merupakan salah satu komponen yang sering digunakan sebagai saklar (switch) elektronik yang bekerja dengan bantuan cahaya, selain photo-transistor dan LDR (light dependent resistor). Atau dapat dikatakan bahwa, photo-diode akan bekerja seperti dioda penyearah biasa pada pembiasan maju (forward-bias), yaitu mengalirkan arus listrik. Penggunaan photo-diode yang paling umum adalah digunakan sebagai pembangun sensor optik, yaitu sensor yang berfungsi sebagai saklar elektronik berdasarkan ada dan tidaknya cahaya yang mengenai permukaannya. Gambar 1 menunjukkan beberapa contoh bentuk fisik photo-diode yang tersedia di pasaran, sedangkan gambar 2 adalah gambar simbol photo-diode.


Gambar 1. Bentuk fisik photo-diode


Gambar 2. Simbol photo-diode

Membaca Polaritas photo-diode
Pembacaan polaritas photo-diode adalah sama dengan pada LED, yaitu pertama, dengan mengamati panjang/pendek kedua kaki photo-diode. Pada photo-diode yang masih baru, kaki yang panjang adalah kaki positif (anoda) dan kaki yang pendek adalah kaki negatif (katoda). Kedua, dengan mengamati besar/kecil penampang logam yang terdapat di dalam kemasan transparan photo-diode. Bagian penampang yang lebih lebar/besar adalah kaki negatif (katoda), sebaliknya bagian penampang yang lebih sempit/kecil adalah kaki positif (anoda). Silakan menyermati gambar 3 berikut ini!

Gambar 3. Polaritas photo-diode

LED Vs photo-diode
Letak perbedaan antara LED dengan photo-diode adalah pada pembiasannya, yaitu LED akan menyala apabila kaki anoda (+) diberi tegangan positif dan kaki katoda (-) diberi tegangan negatif. Dengan lain perkataan, LED akan dapat menyala apabila diberi bias maju (forward-bias). Sebaliknya, untuk photo-diode akan dapat mengalirkan arus listrik apabila kaki anoda (+) diberi tegangan negatif dan kaki katoda (-) diberi tegangan positif. Dengan lain perkataan, photo-diode akan dapat mengalirkan arus listrik apabila diberi bias mundur (reverse-bias).

Gambar 4. Pembiasan tegangan photo-diode


Cara Kerja Photodioda
Dengan menyermati gambar 4 di atas, cara kerja photodioda dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Photodioda bekerja pada pembiasan balik (reverse-bias).

2. Apabila intensitas cahaya yang mengenai photodioda kecil (sedikit), maka aliran arus listrik akan dihambat.

3. Apabila intensitas cahaya yang mengenai photodioda besar (banyak), maka aliran arus listrik akan diteruskan.

Photodioda Pada Untai Pembagi Tegangan
Penggunaan komponen photodioda pada umumnya adalah sebagai salah satu komponen dalam membangun suatu rangkaian sensor pendeteksi cahaya (sensor optik). Dalam untai sebuah sensor cahaya (yang menggunakan photodioda), biasanya photodioda dirangkai dengan resistor (resistor tetap) untuk membuat untai pembagi tegangan yang tampak seperti pada gambar 6 dan gambar 7 berikut:


Gambar 6. Photodioda pada untai pembagi tegangan (A)


Gambar 7. Photodioda pada untai pembagi tegangan (B)

Gambar 6 dan gambar 7 di atas, keduanya merupakan untai pembagi tegangan, dimana kedua untai tersebut menggunakan komponen photodioda sebagai pengatur nilai tegangan keluaran (Vout) masing-masing untai, yaitu sebagai pendeteksi cahaya. Kemudian apabila kita cermati, perbedaan kedua untai pembagi tegangan di atas terletak pada penempatan komponen photodioda yang digunakan. pada gambar 6, photodioda dipasang mendekati tegangan input +5 volt. Sedangkan pada gambar 7, photodioda dipasang mendekati tegangan ground (GND). Perbedaan peletakan komponen photodioda ini akan menghasilkan kondisi tegangan keluaran (Vout) yang berbeda untuk masing-masing untai pembagi tegangan. Untuk lebih jelasnya, silakan menyermati keterangan yang ada di samping masing-masing gambar untai di atas!

Kondisi tegangan output untai pembagi tegangan adalah yang dideteksi oleh komponen pemroses (IC logic atau mikrokontroler) apabila untai tersebut difungskan sebagai sensor pendeteksi cahaya sebuah sistem otomatis.


Sumber Pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, "Photo-diode", Robotics University 

Photo-diode

robotikauns.net | Satu lagi jenis dioda fungsi khusus, yaitu photo-diode. Photo-diode merupakan salah satu komponen yang sering digunaka...
robotikauns.net | Dioda Zener adalah dioda silikon yang telah dirancang untuk bekerja paling optimal pada daerah “breakdown” (Malvino, 2003: 150). Oleh sebab itulah dioda zener sering disebut juga dengan sebutan dioda breakdown. Setiap dioda memiliki tegangan kerja maksimum. Terdapat batasan sampai berapa besar tegangan balik dapat diberikan sebelum akhirnya sampai pada tegangan breakdown dioda. Apabila kita terus menaikkan tegangan balik, kita pada akhirnya akan sampai pada tegangan breakdown dari dioda (Malvino, 2003: 48)


Gambar 1. Dioda zener


Gambar 2. Simbol dioda zener

Dioda zener dapat bekerja pada bias negatif (reversed bias). Sedangkan dioda biasa bekerja pada bias maju. Kegunaan dioda zener adalah sebagai pengatur tegangan (regulator tegangan) untuk mempertahankan tegangan yang konstan (Vz) dan tidak tergantung pada arus beban (Thomas, 2002: 28).

Gambar 3. Skematik dioda zener sebagai regulator tegangan

Gambar 3 di atas merupakan rangkaian regulator tegangan dengan menggunakan komponen dioda zener (Dz).


_____________________
Sumber pustaka:
Malvino, 2003, “Prinsip-Prinsip Elektronika”, Terjemahan, Salemba Teknik, Jakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “Dioda Zener (Dz)”, Robotics University
Thomas Sri widodo, 2002, “Elektronika Dasar”, Salemba Teknika, Jakarta

Dioda Zener (Dz)

robotikauns.net | Dioda Zener adalah dioda silikon yang telah dirancang untuk bekerja paling optimal pada daerah “breakdown” (Malvino, 2...

Rabu, 07 Januari 2015

robotikauns.net | LED (light emitting diode) adalah salah satu jenis diode dengan fungsi khusus. LED digunakan sebagai lampu indikator pada beberapa aplikasi elektronika. LED memiliki sifat, konsumsi tegangannya rendah, usia pemakaiannya panjang, dan kecepatan penyaklarannya cepat. LED hampir sama dengan dioda biasa, namun perbedaannya jika diode biasa energi dikeluarkan dalam bentuk panas (disipasi daya) sedangkan LED energinya dikeluarkan dalam bentuk pancaran cahaya. Dalam memilih LED, selain warna perlu juga memperhatikan tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi daya-nya.

 

Gambar 1. Bentuk fisik LED


Gambar 2. Simbol LED


Membaca Polaritas LED
Ada dua cara untuk menentukan polaritas kaki LED, yaitu pertama, dengan mengamati panjang/pendek kedua kaki LED. Pada LED yang masih baru, kaki yang panjang adalah kaki positif (anoda) dan kaki yang pendek adalah kaki negatif (katoda). Kedua, dengan mengamati besar/kecil penampang logam yang terdapat di dalam kemasan transparan LED. Bagian penampang yang lebih lebar/besar adalah kaki negatif (katoda), sebaliknya bagian penampang yang lebih sempit/kecil adalah kaki positif (anoda). Silakan menyermati gambar 3 berikut ini!
 
Gambar 3. Polaritas LED




_____________________
Sumber pustaka:
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2010, “Buku Pintar Robotika”, ANDI Offset, Yogyakarta
Taufiq Dwi Septian Suyadhi, 2014, “LED”, Robotics University

LED

robotikauns.net | LED (light emitting diode) adalah salah satu jenis diode dengan fungsi khusus. LED digunakan sebagai lampu indikator pa...

 

Robotika UNS © 2015 - Supported by ET | Designed by Templateism.com | Plugins By MyBloggerLab.com